Nabire, Papua Tengah papedanews.com Penutupan Kafe Mahkota di Kota Nabire selama hampir dua bulan terus menuai keluhan dari para pekerjanya. Puluhan karyawan yang menggantungkan hidup dari tempat hiburan malam ini mengaku mengalami kesulitan ekonomi hingga krisis kebutuhan pokok. Mereka berharap Pemerintah Daerah dan pihak terkait segera memberikan kejelasan dan membuka kembali operasional kafe tersebut.
Seorang pemandu lagu yang bekerja di Mahkota menyampaikan bahwa tempat mereka kerap mendapat razia bahkan sejak sebelum penutupan resmi dilakukan.
“Kami di sini kerja baik-baik, tidak pernah buat masalah. Tapi sering sekali ada sidak, sampai tamu-tamu pun jadi terganggu. Kalau suasananya begitu, siapa yang nyaman?” ujarnya.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Pihak pengelola menyatakan bahwa mereka telah menjalani semua proses dan kewajiban yang diminta, termasuk membayar sanksi administratif sebesar Rp50 juta. Namun sampai saat ini, kafe Mahkota tetap belum diperbolehkan beroperasi.
“Kami sudah bayar sanksi sebesar 50 juta rupiah sesuai ketentuan, tapi Mahkota belum juga dibuka. Kami bingung, harus bagaimana lagi? Anak-anak di sini tidak punya pemasukan sama sekali,” ujar salah satu manajer operasional.
Total pekerja di Kafe Mahkota berjumlah lebih dari 40 orang. Banyak di antaranya adalah tulang punggung keluarga, single parent, bahkan ada yang harus putus kuliah karena tidak lagi mendapat biaya dari orang tua yang bekerja di kafe tersebut. Dalam kondisi ini, mereka saling membantu untuk bisa sekadar makan setiap hari.
“Kami sampai petik kangkung di depan kafe karena tidak ada uang beli bahan makanan. Dulu kami bisa makan di luar, sekarang masak seadanya di dalam,” tutur salah satu pekerja wanita.
Karyawan juga mempertanyakan alasan mengapa hanya Mahkota yang ditutup, sementara kafe-kafe lain di Nabire tetap dibiarkan beroperasi seperti biasa.
“Kenapa hanya Mahkota? Kami merasa ini tidak adil. Kafe lain tetap buka. Kami juga taat aturan, pajak kami bayar, izin semua lengkap,” kata seorang admin.
Situasi ini menimbulkan tanda tanya besar dan ketidakpastian di kalangan pekerja dan manajemen. Mereka menilai, apabila sanksi sudah dipenuhi dan tidak ada pelanggaran lanjutan, seharusnya Mahkota diberi kesempatan untuk kembali beroperasi.
“Kami hanya ingin bekerja, Pak. Kami punya anak, keluarga, orang tua yang harus dinafkahi. Harapan kami Mahkota bisa buka lagi, kami bisa hidup lagi,” pungkas seorang pekerja pria.
Penutupan Mahkota menjadi cermin rapuhnya nasib pekerja sektor informal yang rentan kehilangan penghasilan akibat kebijakan yang dianggap sepihak dan tidak transparan. Para pekerja berharap pemerintah dapat bertindak adil dan mengedepankan dialog dalam menyelesaikan masalah seperti ini.
Papedanews