Nabire, Papua Tengah papedanews.com Dari balik hijaunya pegunungan dan tenangnya danau di Papua Tengah, sebuah ancaman sunyi terus menggerogoti masa depan: lebih dari 22.868 orang hidup dengan HIV/AIDS. Lonjakan ini bukan sekadar angka, melainkan alarm keras atas darurat kesehatan dan sosial yang tak bisa lagi diabaikan.
Wakil Gubernur Papua Tengah, Deinas Geley, menyebut situasi ini sebagai “pembunuhan terstruktur” dampak dari minimnya edukasi, budaya diam, dan kurangnya keberanian menghadapi kenyataan.
“Ini bukan sekadar penyakit. Ini cermin dari kegagalan kita mendidik, menjaga, dan memahami, ujar Deinas dengan nada getir.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Deinas menegaskan pentingnya pendataan menyeluruh dan akurat, sebagai dasar semua langkah lanjutan. Ia meminta seluruh Dinas Kesehatan Kabupaten, rumah sakit, dan puskesmas untuk turun ke masyarakat.
“Tanpa data, kita buta. Dan saat kita buta, generasi ini terancam punah secara perlahan.
Menggugah sisi moral masyarakat, Deinas mengajak gereja untuk memegang peran utama dalam edukasi HIV/AIDS. Ia percaya, ruang ibadah adalah tempat terbaik membangkitkan kesadaran kolektif.
“Di mimbar, pesan penyelamatan bisa lebih menggetarkan ketimbang selebaran atau seminar.
Program skrining rutin dari kelas 3 SD hingga SMA akan diberlakukan. Semua anak akan diperiksa – tanpa stigma, tanpa diskriminasi. Yang positif dirawat, yang negatif dijaga.
“Kita tidak boleh takut tahu. Lebih baik kita tahu sekarang dan bertindak, daripada menyesal besok.
Dalam langkah berani, Deinas mengusulkan pendirian penampungan khusus bagi anak dan remaja pengidap HIV/AIDS – tempat aman, bersih, dan penuh pendampingan medis.
“Rumah biasa bukan solusi. Kita perlu tempat yang memberikan harapan, bukan sekadar atap.
“Pemerintah tidak bisa sendiri. Tokoh agama, guru, orang tua – semua harus ambil bagian. Ini darurat. Kita harus bertindak sekarang, atau kehilangan satu generasi.
Papedanews