Nabire, Papua Tengah Papedanews.com Dunia pelayanan kembali berduka. Hamba Tuhan Yulianus Pugiye, seorang pelayan jemaat yang dikenal rendah hati dan tekun dalam pekerjaan pelayanan, dilaporkan menjadi korban tindakan kekerasan tidak berperikemanusiaan setelah dibakar hidup-hidup oleh sekelompok oknum dari wilayah Kamoro. Peristiwa ini mengguncang Meepago dan seluruh wilayah Papua Tengah.
Tragedi ini menimbulkan luka mendalam bagi keluarga, jemaat, dan masyarakat luas karena peristiwa tersebut mengingatkan kembali pada kisah pilu dua misionaris pada tahun 1925 yang juga mengalami penyiksaan serupa oleh kelompok yang sama, dalam konteks zaman yang berbeda. Sejarah kelam yang seharusnya menjadi pelajaran kini kembali terulang di tengah masyarakat yang merindukan kehidupan damai.
ADVERTISEMENT
.
SCROLL TO RESUME CONTENT
Kronologi Singkat Kejadian
Menurut informasi awal dari tokoh masyarakat dan keluarga, almarhum Yulianus Pugiye diduga diserang ketika sedang dalam perjalanan pelayanan. Insiden tersebut terjadi secara tiba-tiba, sehingga korban tidak sempat menyelamatkan diri. Tindakan ini telah memicu kemarahan dan kesedihan di kalangan masyarakat Meepago, terlebih karena metode kekerasan yang digunakan sama seperti tragedi dua misionaris sekitar satu abad lalu.
Pihak keluarga sedang menantikan proses penelusuran lengkap oleh aparat keamanan untuk memastikan serta mengungkap motif di balik tindakan biadab tersebut.
Reaksi dan Seruan Tokoh Adat Meepago
Kepala Suku Besar Wilayah Meepago, Melkias Keiya, menyampaikan duka mendalam:
> “Ini bukan sekadar kehilangan seorang hamba Tuhan. Ini pelanggaran kemanusiaan yang tidak dapat dibenarkan dengan alasan apa pun. Kita menuntut keadilan dan meminta negara bertindak tegas.”
Beliau juga menegaskan bahwa kekerasan seperti ini tidak mencerminkan nilai adat dan tidak boleh dinormalisasi dalam masyarakat modern Papua Tengah.
Dampak Psikologis dan Kekhawatiran Masyarakat
Tragedi ini mengguncang psikologi masyarakat. Banyak pihak menilai kekerasan ekstrem tersebut menciptakan rasa takut baru, terutama bagi para pelayan gereja, tokoh masyarakat, dan warga yang sering beraktivitas lintas wilayah.
Masyarakat juga menyoroti bahwa konflik laten di beberapa wilayah adat, jika tidak segera ditangani oleh pihak berwenang bersama tokoh adat, berpotensi memicu masalah lebih besar di kemudian hari.
Seruan Damai namun Tegas
Tokoh-tokoh gereja dan adat meminta masyarakat tetap tenang dan tidak terprovokasi, namun tetap menuntut tindakan hukum yang tegas serta perlindungan negara terhadap setiap warga yang hidup, bekerja, dan melayani di wilayah Papua Tengah.
Penutup: Duka yang Tak Boleh Terulang
Meninggalnya Yulianus Pugiye menjadi alarm keras bagi pemerintah pusat, provinsi, dan aparat keamanan. Tragedi menyakitkan yang menyerupai kembali luka sejarah tahun 1925 harus menjadi momentum penting untuk memastikan kejadian seperti ini tidak pernah terjadi lagi di tanah Papua.
Semoga keluarga diberikan kekuatan, dan semoga masyarakat Papua Tengah terus berjalan menuju kehidupan yang damai, bermartabat, dan adil bagi semua.


























