Nabire, Papua Tengah papedanews.com Ketua Komisi A Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Nabire, Carel Tabuni, menyuarakan desakan tegas untuk menutup total peredaran minuman keras (miras) di wilayah Papua Tengah. Pernyataan ini disampaikan menyusul insiden kericuhan yang terjadi di Nabire pada Kamis (26/6) sore, yang menurutnya dipicu oleh konsumsi miras.
Dalam keterangannya, karel Tabuni S.T menegaskan bahwa miras menjadi akar dari berbagai konflik sosial yang sering terjadi di Nabire dan kabupaten sekitar. Ia menyoroti bahwa dari sekitar 49 tempat penjualan miras di wilayah tersebut, sedikitnya 20 di antaranya tidak mengantongi izin resmi.
“Masalah ini tidak akan muncul kalau tidak karena minuman keras. Kami sudah identifikasi, sebagian besar penjual miras di Nabire tidak memiliki surat izin. Ini jelas melanggar aturan dan membahayakan masa depan generasi kita,” tegas karel.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Sebagai tanggapan cepat, Carel bersama Sekretaris Komisi A DPRK Nabire, Hayi Halil, dan beberapa anggota lainnya, langsung bertemu dengan Kapolres Nabire untuk menyampaikan kekhawatiran mereka. Dalam pertemuan tersebut, pihaknya menyatakan sikap tegas untuk mendorong pelarangan total penjualan miras, tidak hanya di Nabire, tetapi di seluruh kabupaten di wilayah Provinsi Papua Tengah.
Karel juga menekankan perlunya sinergi antar semua pihak, termasuk Pemerintah Kabupaten Nabire, DPR Provinsi Papua Tengah, Majelis Rakyat Papua (MRP), tokoh agama, tokoh masyarakat, serta unsur TNI/Polri untuk mendukung gerakan pelarangan miras ini.
“Generasi muda Papua terancam rusak karena miras. Kami sebagai wakil rakyat wajib mengambil sikap. Kita harus kompak: gubernur, bupati, tokoh agama, pendeta, gembala, tokoh perempuan, semua elemen. Miras harus ditutup di Papua Tengah,” ujarnya.
Karel juga menyinggung lemahnya pengawasan terhadap penerapan peraturan yang sudah ada. Ia menyebut bahwa Peraturan Bupati Nabire sebenarnya telah mengatur jarak minimum 500 meter dari tempat ibadah, sekolah, dan fasilitas umum untuk lokasi penjualan miras. Namun, dalam praktiknya, penjualan dilakukan secara bebas bahkan di dekat tempat-tempat tersebut.
Selain itu, karel juga mengingatkan bahwa praktik usaha penjualan miras tanpa izin atau dengan dominasi pihak-pihak tertentu juga dapat bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
“Jika ada penguasaan pasar oleh pihak-pihak tertentu atau praktik distribusi miras yang menyingkirkan pelaku usaha lain, itu sudah masuk wilayah pelanggaran hukum persaingan usaha. Ini harus menjadi perhatian bersama,” tandasnya.
Lebih jauh, ia menyoroti argumen sebagian pihak yang menyatakan bahwa miras menyumbang Pendapatan Asli Daerah (PAD). Ia menegaskan bahwa tidak ada PAD yang sebanding dengan kerusakan moral, sosial, dan keamanan masyarakat yang ditimbulkan oleh miras.
“Kalau bicara PAD, seolah-olah dana pusat dari bagi hasil miras masuk ke Nabire, tapi faktanya tidak memberi manfaat yang signifikan. Kami menolak keras perdagangan miras di daerah kami,” katanya.
Ia juga mengungkap adanya dugaan keterlibatan sejumlah pihak dalam distribusi miras ilegal, serta menyebut nama-nama yang diduga memiliki jejaring kerjasama dalam praktik tersebut.
Menutup pernyataannya, karel menegaskan bahwa DPRK Nabire akan mendorong lahirnya peraturan daerah (Perda) yang lebih ketat untuk mengatur, bahkan menutup total, peredaran miras di wilayah Kabupaten Nabire.
“Kami akan bekerja keras menyusun Perda dan regulasi yang berpihak pada masa depan rakyat Papua, bukan kepentingan segelintir pelaku usaha. Miras harus dihentikan sekarang juga,” pungkasnya.
Papedanews