Jayapura, papedanews.com Ketegangan sosial muncul di tengah masyarakat Papua menyusul pernyataan kontroversial Wali Kota Jayapura, Abisai Rollo, yang menyebut aksi demonstrasi dan pemalangan di Kota Jayapura bukan berasal dari masyarakat Port Numbay, melainkan dari warga pegunungan. Ucapan tersebut memantik gelombang kekecewaan dari berbagai elemen masyarakat, khususnya komunitas pegunungan Papua.
Dalam konferensi pers yang digelar Kamis (19/6), perwakilan kepala suku besar, mahasiswa, dan tokoh masyarakat dari berbagai latar belakang menyuarakan sikap bersama. Mereka menilai pernyataan Wali Kota tidak hanya merendahkan satu kelompok masyarakat, tetapi juga berpotensi menimbulkan perpecahan di tengah upaya menjaga persatuan Papua.
Tokoh adat dari wilayah pegunungan, Rufus Muyapa, secara tegas menyampaikan rasa kecewa dan tersinggung atas pernyataan tersebut. Ia mewakili suara masyarakat adat dari “wilayah lapang-lapang orang gunung”.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
“Kami tidak nyaman dan tidak senang dengan apa yang disampaikan Wali Kota. Itu bukan bahasa seorang pemimpin. Kami minta beliau segera menyampaikan permohonan maaf kepada seluruh masyarakat pegunungan Papua,” ujarnya.
Rufus menegaskan bahwa jika dalam waktu tiga hingga empat hari ke depan tidak ada permintaan maaf secara terbuka dari Abisai Rollo, maka mereka akan menggelar aksi damai di Kantor DPR Papua sebagai bentuk penegasan sikap.
“Kami akan turun dalam aksi damai dan menyerahkan pernyataan sikap bersama. Papua tidak boleh dipecah oleh ucapan-ucapan yang memicu diskriminasi. Bahasa pemimpin seharusnya mendamaikan, bukan memecah,” katanya.
Konferensi pers ini mencerminkan kekhawatiran nyata dari masyarakat Papua terhadap potensi disintegrasi sosial akibat ucapan tokoh publik. Para peserta menegaskan bahwa pemimpin daerah harus lebih bijak dalam bertutur, mengingat keberagaman identitas suku dan budaya di Papua merupakan fondasi utama dalam menjaga stabilitas dan keharmonisan sosial.
Papedanews