Nabire Papua Tengah papedanews.com Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Papua Tengah, Frets J. Borai, memberikan tanggapan resmi terkait maraknya aktivitas pertambangan ilegal (illegal mining) yang terjadi di wilayah Papua, khususnya di Papua Tengah.
Frets menegaskan, sebagian besar aktivitas pertambangan emas aluvial di Tanah Papua, termasuk Papua Tengah, masih berstatus ilegal. Hal ini terjadi karena penambangan emas aluvial relatif mudah dilakukan dengan peralatan sederhana, seperti kuali, skop, hingga linggis.
ADVERTISEMENT
.
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Karena sifatnya mudah, banyak masyarakat setempat melakukan aktivitas penambangan tanpa izin. Bahkan, pihak-pihak luar hanya datang membeli hasil tambang dari masyarakat. Itulah sebabnya pemerintah harus segera melakukan langkah penataan,” ujar Frets.
Menurutnya, arahan Gubernur Papua Tengah telah jelas: pemerintah harus mengambil langkah konkret untuk menertibkan aktivitas tambang rakyat. Salah satu solusi utama adalah dengan menetapkan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR).
“Tidak ada izin yang bisa diterbitkan jika WPR belum ditetapkan oleh Menteri ESDM dengan persetujuan DPR RI. Itulah syarat utama. Kami sudah menyusun rencana WPR berdasarkan usulan dari bupati, diajukan ke gubernur, lalu diteruskan kepada menteri. Jadi saat ini kami menunggu keputusan menteri,” jelasnya.
Frets menambahkan, setelah WPR ditetapkan, barulah pemerintah daerah bisa memproses izin pertambangan rakyat. Namun, izin tersebut tidak serta-merta dikeluarkan. Pemohon wajib mengajukan permohonan resmi melalui PTSP (Pelayanan Terpadu Satu Pintu), kemudian akan dilakukan kajian dari aspek lingkungan, finansial, hingga kelayakan teknis.
Selain tambang rakyat, Frets juga menyinggung perbedaan antara izin pertambangan rakyat dengan izin usaha pertambangan (IUP), seperti yang dimiliki oleh PT Kristalin. “Konsepnya berbeda. Kalau tambang rakyat itu kecil dan berbasis masyarakat, sedangkan IUP merupakan kewenangan pemerintah pusat sesuai UU Minerba dan PP 106,” tegasnya.
Terkait izin yang sudah pernah diterbitkan di wilayah Topo pada tahun 2022, Frets menyebut terdapat dua izin untuk koperasi dengan luas masing-masing 10 hektare. Namun, hingga saat ini belum ada aktivitas nyata di lapangan.
Ia memastikan, sesuai arahan Gubernur Papua Tengah, penertiban terhadap aktivitas tambang ilegal akan segera dilakukan. “Langkah pertama adalah penetapan WPR. Setelah itu baru izin resmi bisa diterbitkan. Dengan begitu, pemerintah daerah dapat memperoleh kontribusi bagi Pendapatan Asli Daerah (PAD) sekaligus penerimaan negara dari sektor pajak,” pungkas Frets J. Borai.


























