Nabire, Papua Tengah papedanews.com Puluhan tenaga honorer Kategori 2 (K2) di Kabupaten Nabire mendatangi kantor Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) untuk menyampaikan aspirasi mereka terkait ketidakjelasan hasil rekrutmen Aparatur Sipil Negara (ASN) tahap I dan II yang telah dilaksanakan pada tahun sebelumnya.
Dalam pernyataan resmi yang disampaikan oleh perwakilan honorer, Piet Nabod Auwae, para peserta menyatakan ketidakpuasan terhadap proses penyerapan tenaga honorer yang dinilai tidak transparan dan tidak melibatkan informasi resmi secara tertulis kepada mereka.

Pihaknya juga menyoroti munculnya Surat Keputusan (SK) Nomor 80 yang berisi 57 nama yang dinyatakan diterima, namun sebagian besar nama tersebut tidak dikenali oleh komunitas tenaga honorer. Hal ini menimbulkan dugaan adanya penyimpangan dalam proses seleksi.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
“Kami menemukan nama-nama yang bukan tenaga honorer, dan kami tidak tahu siapa mereka. Padahal, pemerintah menyebut sistem rekrutmen ini berbasis digital dan otomatis menyaring pelamar. Kenyataannya tidak sesuai. Ini harus dijelaskan oleh BKN Jayapura,” tegasnya.
Lebih lanjut, mereka menyoroti alasan yang disampaikan pemerintah terkait efisiensi anggaran sebagai hambatan utama. Namun di sisi lain, terdapat penyerapan tenaga kerja melalui jalur THK2 yang dianggap tidak transparan.
“Kami memahami adanya efisiensi anggaran nasional, tetapi itu tidak bisa dijadikan alasan untuk mengabaikan hak kami. Pemerintah pusat melalui Presiden telah mengeluarkan instruksi, namun implementasinya di daerah tidak berjalan semestinya,” kata Piet.
Dalam tuntutannya, para honorer juga meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) turun tangan untuk mengawasi proses seleksi ASN di daerah yang diduga telah dimanfaatkan oleh oknum-oknum tertentu demi kepentingan pribadi.
“Kami mendesak agar KPK dan BKN pusat segera meninjau proses ini. Jika dibiarkan, ini mencederai semangat reformasi birokrasi dan pengabdian para honorer yang sudah puluhan tahun bekerja tanpa status yang jelas,” ujarnya.
Para peserta aksi memberikan batas waktu hingga Oktober 2025 agar kuota formasi tahap I dan II segera diproses. Jika tidak, mereka memperingatkan bahwa masyarakat bisa mengambil tindakan sendiri sebagai bentuk kekecewaan.
“Kami sudah berupaya menyampaikan secara damai dan tertib. Tapi kalau sampai Oktober kuota ini hangus, maka kami serahkan kepada masyarakat untuk menyikapi dengan cara mereka sendiri,” tutup Piet.
Mereka juga menyampaikan pernyataan kepada Gubernur Papua dan Presiden Republik Indonesia, meminta agar pemerintah pusat turun langsung menangani persoalan ini dan memastikan keadilan bagi seluruh tenaga honorer, baik Papua maupun non-Papua, yang telah lama mengabdi di lingkungan pemerintahan.
Hingga berita ini dirilis, belum ada tanggapan resmi dari BKPSDM Nabire maupun BKN Jayapura mengenai tuntutan tersebut.
M irpan